saat ke dua nyawa saling menyatu dalam ikatan nafsu dan cinta .
Entah apa dan siapa aku, aku masih teringat saat aku dimuntahkan dari kelamin seorang pria.
Kami saling berlomba mencari kehangatan dirahim seorang wanita
dan hanya satu dari kami, dari jutan yang di muntahkan oleh alat kelamin pria yang bisa bersarang di rahim seorang wanita
Saat aku bersama ibuku dihari pertama ku, dimana aku telah bersenyawa menyatu dirahim ibu dan menigalakan rupa lama yang duluhanya berbentuk kepala dan ekor.
pertama kali aku mendapatkan asupan makan dari rahim ibu, aku taak sabar ingin berteriak seakan aku tak sabar untuk mengatakan kepada ayaku bahwa ia telah berhasil menyepurnakan aku
terimakasih ayah terimakasih ibu dan Engkau telah berikan ku kehidupan, lewat ke dua orang sansaling memadu nafsu dan cinta
Dan di malam itu ibu duduk didepan warung kopi, yang hanya di terangi cahaya remang remang di pikirku mungkin ibu mengajaku untuk tau betapa gagahnya ayahku
dan aku yakin kalau aku nati lahir di muka bumi ini aku harus bertubuh seperti ayah keinginan ku yang pertama kali yang tak bisa aku pungkiri saat aku tumbuh dalam betuk sempurna sebagai manusia
inginrasanya melihat raut wajah ayah ku
aku kini jari jemari ku mulai tmbuh, seluruh tubuh ku milai terbentuk sempurna ,yang mendapatkan asupan makan dari darah yang mengalir lewat nadi nadi tubuh ibu . di malam aku sangatlah terkesima melihat raut wajah sang bunda yang kelihatan sangat cantik dan dengan di iringi binatang malam datang searang laki laki dekil
munkinkah ini ayah aku tau prersis siapa ayahku dan aku pun berhari hari diam di dalam tubuh ayahku sebelum bertemu dangan ibu ayah ku pastilah tampan bukan kayak orang ini .
lelaki itu pun medekati ibu yang tampak cantik di malam ini , laki laki itupun menyapa ibu mereka beberapa sat berbicara le leki itu dan ibu pun berjalan menuju sebuah ruangan yang diterangi cahaya remang remang remang , lelaki itu pun tanpa rasa malu dan dengan penuh nafsu yang mengerayang seluruh tubuh ibu
Aku ingin berteriak meronta dan mendang yang ada didepan ku ini bukan ayah itu satunya caraku untuk memberi tahu Ibu bahwa aku bukan bayang
taukah engkau ibu bahwa aku sangat banga karena aku telah berhasil menjadi sang juara yang telah menggalah kan berjuta juta ekor berkepala yang mencari peraduan ke sang ibu.
walau aku belum punya mulut dan suara untuk mengatakan kata kata dan tawa namun aku banga menjadi sang juara didalam perutmu .
aku pun menuduk malu saat lelaki dan ibu bercumbu
dan tak lama tempat laki-laki itu singgah sesaat sebelum air maninya muncrat, mencuat, menggurat menjadi lekat di kulit Ibu yang sekat oleh keringat, dan tampak mahluk seperti aku dulu mereka tak berlarian , seperti aku, di dalam liang hangat, tempat laki-laki itu singgah sesaat sebelum air maninya muncrat, mencuat, menggurat menjadi lekat di kulit Ibu yang sekat oleh keringat.
Hari berganti hari bulan berganti bulan, Aku gemetar. Tapi aku tak gentar. Aku ingin tetap terjaga. Aku ingin bersamanya ketika ia bersama siapa saja, sehingga aku bisa mengenal wajah seorang
Bapak yang kutunggu kedatangannya.dan aku pun masih terperangkap dalam angan angan seakan akan aku ingin bertanya mana ayahku bu?
namun semuaitu hanya terganjal dalam perut ibu yang senmakin membesar karena terganjal oleh tubuhku
Malam ini ia kembali menunggu. Entah laki-laki mana lagi aku sudah tak mau tahu. Dia memang selalu seperti itu. Tidur dengan laki-laki yang datang dan berlalu.
Malam ini, Ibuku tak cantik. Tak seperti biasa, ia terlihat kusut masai dengan rambut berantakan tergerai-gerai. Tubuhnya hanya terbalut kaos singlet berwarna putih. Ia tak memakai bawahan, hanya mengenakan celana dalam . Ia duduk di sisi jendela di atas sebuah sofa berlengan. Dan dari dalam sini, bisa kurasa bahwa di luar sana sedang hujan. Tangannya memegang sepuntung rokok yang abunya sudah bertumpuk menunggu jatuh. Kakinya bertekuk dan ia peluk.
aku sudah merasakan guncangan hebat bergetar dalam ruang sempit di sekelilingku. Aku bergerak, meronta, melawan, menerjang guncangan yang menarikku juga menarik ari-ari kembaran. Tenaga yang kami miliki sungguh tak sebanding dengan kekuatan angin maha dahsyat yang menyedot kami. Mataku terbuka lebar, nanar, persis seperti mata Ibu saat baru menyadari keberadaanku. Sungguh aku tak percaya bahwa Ibu benar-benar tega. Tanpa sadar aku terisak, dalam tangisan yang rasanya sesak. Ari-ari dan aku saling berpegangan, saling berpelukan. Dan ini adalah perpisahan.
Wahai Ibu, teganya kau padaku. Aku darah. Aku dagingmu. Aku bagian tubuhmu. Sekarang kau membuangku seakan aku sampah. Benda tak berharga yang keberadaannya hanya menyesakkan dunia.
Aku sudah tak mampu lagi meronta. Tidak ada juga udara yang mampu kuhirup untuk membakar tenaga. Hanya perasaan marah yang bergejolak dan tergelak-gelak seperti lava. Aku malang. Ibuku jalang. Bapakku jahanam bukan kepalang.
“Kalau saja kau ingat seluruh perjuanganku mencapai tempat di rahimmu, Ibu, kau pasti tak akan melakukan ini semua. Hanya saja, dunia menggerus ingatanmu. Dan tak lagi membekaskan memori masa lalu asal muasalmu. Aku manusia, Ibu. Walau setengah manusia. Aku berhak hidup dan melihat dunia, walau ia fana.”
Dan aku lemas, tak lagi bernafas.
Aku hanya berharap untuk diberi lagi kesempatan menjadi mani pada laki-laki, yang akan kembali membuatku berjuang dan berkejar-kejaran dalam himpitan. Mudah-mudahan aku sampai pada perempuan yang menanti kedatanganku. Bukan Ibu yang hanya menganggapku sebagai benalu.
mbaca nya..ingat ibu di kampung mas...!!
BalasHapusnice artikel....!!
aiih.. kangen ayah bunda di Jogja..
BalasHapusmemang kasih sayang mereka tidak terkira
met malam
BalasHapusperjuangan yang tiada akhir....
BalasHapusHemmm... aku gak paham... :(
BalasHapusibu yg kejam ya
BalasHapus